Pertanyaan retoris tersebut tak perlu kita jawab, karena buah Ramadan akan kita nikmati dalam sebelas bulan ke depan. Bila pupuk dan aturan pakai Ramadan kita praktikkan dengan baik, tentu ranum dan segarnya buah Ramadan tak perlu khawatir kita nikmati, begitu juga sebaliknya atau bahkan tidak berbuah, naudzubillah !
Ritual sosial mudik juga menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Mudik adalah kembali kepada asal setelah sekian lama meninggalkan atau bahkan menanggalkannya baik secara personal maupun sosial.
Mudik adalah perjalanan rindu untuk kembali dan berbagi. Ketika mudik seyogyanya kita telah melaksanakan puasa yang mengajarkan al-imsak (menahan diri) dari segala sesuatu yang dilarang. Setelah latihan menahan diri waktunya ujian diri, sejauh mana proses puasa membuahkan hasil. Hingga ritus menghiasi jiwa dan raga dengan senyum sumringah, mata berbinar dan tangan terbentang menjadi agenda utama, tak sekedar menghiasi raga dengan glamornya duniawi.
Berbagi maaf dan berbagi kebahagiaan merupakan esensi mudik jiwa-raga. Idul Fitri adalah perayaan mudik seorang hamba kepada fitrah kemanusiaan yang dianugerahkan Allah. Berbagi tak hanya zakat dan infaq, namun lebih esensial yaitu maaf. Sebagaimana sabda nabi bahwa setiap kita dilahirkan dalam keadaan suci, jiwa dan raga. Selamat bertakbir dan selamat mudik kepada kesucian diri. Wallahu a'la wa a'lam