21 Februari 2009

Sarapan Pagi Masisir

(Opini Satir Untuk Laporan ‘Ke Universitas Al-Azhar Ketika’)

Bila ingin bersantap pagi, seperti laku musim dingin, biasanya sajiannya adalah sepinggan roti, sekaleng selai, dan sekotak keju. Oh ya, tak lupa pula secangkir teh biasa menemani. Entah laku ini sekedar mengusir dingin atau ritual menyambut pagi menjelang jam kuliah. Saya juga tak tahu! Adanya ritual inipun saya tak jelas, di belahan Kairo mana, pelosok Nasr City kah? Nun Jauh di Dokki sana atau di Wisma Duta? 

Dua hari ini memang ada yang berbeda dengan santap pagi Masisir (Mahasiswa Indonesia Mesir). Tak nyana musim dingin yang akan beranjak semi, ternyata tiba-tiba berubah hangat bahkan panas. Saya kira ini bukan hanya karena isu pemanasan global, tapi lebih dari itu. Semua berubah! 

“Wow! Jawa Pos nulis tentang Masisir euy” teriak Alen
“Pasti Ayat-Ayat Cinta, kalo nggak ya Ketika Cinta Bertasbih” Seloroh Aming
“Bukan, bukan, tuh ada foto mahasiswa lagi pegang buku, trus ada yang lagi mejeng di depan Benteng Quit Bey Alexandria” Timpal Andika
“Wah seru dong, bisa mejeng di koran, dapat berapa ya mereka?” kali ini Dirman yang nyeletuk.
“Enak ya jadi narasumber, bisa masuk koran, trus sms dunk ama ortu” Diki ikut nimbrung.
“Hebat! Dubes kita juga jadi narasumber tuh, siapa dulu bapak kita, A. M Fakhri eh Fachir maksudku” kata Firman bangga.

Wah pokoknya gaduh deh! Itu baru suara satu flat, belum dengung asrama buu’ts Abbasea atau kasak-kusuk penghuni Wisma Nusantara. Wow, dijamin halal eh maaf dijamin menggelegar. 

Adalah Kardono Setyorahmadi, seorang wartawan Jawa Pos sedang beraksi. Ia yang baru pulang dari Mesir bikin laporan ‘selayang pandang’. Judulnya pun unik, ‘Ke Universitas Al-Azhar Ketika’. Laporannya dipecah menjadi dua. Satu membabat studi, satu lagi membidik bisnis tambal ban eh maaf, tambal biaya hidup dengan berbisnis maksud saya. 

Laiknya Dahlan Iskan datang kunjungan. Dia sering bikin laporan berseri (biasanya setelah judul ada keterangan berapa banyak laporan itu ditulis, dua, tiga atau lebih). Pun, Kardono dia ngekor dedengkot JP itu. Bawa oleh-oleh untuk redaktur, biar benar-benar terasa kalau baru datang kunjungan. Begitu kira-kira maksudnya. 

Dari data Kardono (tepatnya, data yang Kardono himpun, begitu kira-kira), tercatat 60 persen lebih mahasiswa gagal studi (pelototi kata LEBIH). Rupanya dia tak sembarangan ambil data, ini adalah kutipan tak langsung Penghuni Garden City. Tak ayal, paragraf berikutnya sang empu bersabda:  

''Ini tentu saja memprihatinkan. Belum ada perubahan sejak saya menjadi Dubes di sini pada Oktober 2007 lalu,'' kata Duta Besar RI untuk Mesir Abdurrahman Muhammad Fachir dengan nada masygul. 

“Wah gimana ini, waktu takrim najihin bilangnya ada peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya, apa karena di depan Syeikh Azhar bilang gitu, trus kalo depan Kardono jadi keder?” si Alen mulai cemberut. 
“Terus takrim najihin yang banyak diadain itu untuk apa ya, banyak yang mumtaz loh, trus jayyid jiddan juga banyak, jayyid juga lumayan, terus kemana ya kok nggak ditulis?” Amingpun berubah mimik.

“Ehm...Fiki Ardana dan Fatkhur Rohman ini sapa ya, mereka mahasiswa baru atau bangun tidur terus wawancara, kok ya kayak wawancara sama buletin kekeluargaan, wah nggak ngerti aku” imbuh Andika dengan napas tersengal.
 
Nah loh, jadi makin kacau deh! (yang lain tampak larut baca laporan Kardono, tapi herannya mulut mereka manyun kiri-kanan). Mungkin mereka khusuk, tapi tak asyik masyuk, makanya ingin segera tuntaskan laporan itu.

Dalam laporan kedua, Kardono membidik bisnis, karenanya ia bermain matematika. Menurut catatan Kardono, setidaknya lebih dari separo dari sekitar 5.000 mahasiswa Indonesia di sana menggeluti bisnis pemandu wisata (sekali lagi, contreng satu kali kata LEBIH). Setelah itu, dia bermain kalkulasi banding harga. Menurutnya, memakai jasa mahasiswa tarifnya standar dan lebih nyaman. Setelah ngalor-ngidul tentang tarif, tiba-tiba Kardono melompat, seraya menghitung laba rental mobil, jumlah beasiswa, biaya hidup, gaji jadi lokal staff dan kerja sampingan lainnya. 

“Kalo tarif mahasiswa standar, terus...yang mahal pake jasa apa ya?” Dirman tiba-tiba memecah sunyi.
“Pake jasa Keledai Travel kalee, kan keledainya bisa ngomong?” jawab Diki sekenanya.
“Hush kamu tuh, aku serius ini!” umpat Dirman jengkel.
“Sudah, sudah! Nggak usah ribut, aku lagi ngebayangin naik sepeda motor sport sambil nenteng lap top keluaran terbaru sama nerima uang bersih 500 pound, bahkan katanya bisa lebih” Firman menimpali.
“Memangnya yang bisa gitu sampai lebih separo ya? Wong yang antri di Jam’iyah Syar’iyah untuk dapat bantuan saja ribuan jumlahnya, kok bisa-bisanya yah lebih dari separoh” Alen kembali angkat bicara.

Nampaknya situasi semakin tak terkendali. Kardono benar-benar bikin ‘menu baru’ untuk sarapan Masisir. Adakah Kardono tahu kegelisahan mereka semua? 

Ah, untuk menjawab kegelisahan Alen, Aming dan Andika Cs di atas, berbanding lurus dengan menjawab kebingungan saya memetakan pemakan Roti, selai, keju dan secangkir teh di awal tulisan. Tentu bingung, bila mencarinya di pelosok Nasr City, apalagi pagi-pagi. Tentu penghuni Dokki tak sama dengan penduduk Garden City (mana dunk kejelian, KEULETAN dan AKURASI penulis laporan). Sebelum berakhirnya cerita ini, baiknya jawablah pertanyaan berikut dengan MENCONTRENG satu kali pada pilihan yang tersedia:
Setelah membaca dialog di atas, sebenarnya siapakah aktor utama yang sedang keblinger, ngelindur, atau sedang buang angin?

A. Alen, Aming dan Andika Cs
B. Nara Sumber Kardono 
C. Kardono Setyorahmadi
D. Penulis opini satir 

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Bung Kadar tulisannya sangat menarik, milik anda sudah kami link, tanks :D

Anonim mengatakan...

waw...keren tulisannya bagus banget....sangat kadar-banget berkakter :))

Anonim mengatakan...

Tengkyu komennya Mas Agus dan Azhar, terutama templet ini kan berkat Mas Agus makasih yaa..
Toek Azhar tar ya nanti blogmu sy link juga santai hehehe...

Unknown mengatakan...

Balada jalanan 👍💪