31 Maret 2009

Senja

Hari bergelimang cerita. Dentum irama beradu gelegak tawa. Hari itu, langit cerah, hingga tak sekeping awanpun memayungi bumi. Derit ponsel berbunyi membuatnya berhenti. Menatap penuh harap siapa gerangan. Ahai DIA! Senyumnya merekah wajahnya sumringah. DIA mengajaknya bertemu. melepas penat di tepi pantai. Ya, meski hingar. mereka tak peduli. toh dunia milik mereka kini.

DIA mengajaknya bukan untuk bercumbu. Berpagut mesra atau sekedar berbagi sembilu. DIA hanya ingin berjalan mengitari pesisir. Membiarkan kakinya telanjang. Menyilahkan disapa ujung ombak. Amboi asyiknya!

DIA, sekali lagi tak minta janji seperti politisi. Ah, DIA! Mereka benar-benar berbagi. "Dewiku" ucap lelaki itu. Tersipu DIA menjawab "Biarlah kata itu kau simpan, tanpa itu kita tetaplah sejoli".
Aduhai DIA!

Mereka terus berjajar, menjajakan kaki kepada ujung ombak. Sesekali, tawa mereka pecah. Bukan lelucon, tapi senandung tentang masa depan. "Andai bisa melihat masa depan, kuingin di sini" Lelaki itu berujar. "Tak usahlah berandai-andai, bukankah itu sebuah tipu" DIA kembali berucap. Ah DIA!

Waktupun merayap. Mereka masih saja berdua. Bila tak beradu mimpi, maka memacu imaji. "Aku ingin melihatmu menyulam khayal" DIA kembali bicara. "Ah, khayalku lebur bersama derit waktu"Jawab lelaki itu masam. DIA tersenyum, lalu menatapnya lekat, DIApun berujar"Karna itu, aku ingin menjadi pengebukmu". Ah DIA!

"Bila usia tak mengenal angka-angka, biarlah kita di sini selamanya" lelaki itu kembali bergumam. Lalu, mereka larut dalam hening. Di atas sana, senandung lirih Muadzin memanggil untuk bergegas. DIA terisak, jiwanya dipenuhi haru. Sementara, Lelaki itu bergegas menengadahkan tangan dan berucap:

Wahai dermaga siang
kulantunkan di hadapmu 'sebuah ikrar
utuh lebur seluruh
buncah rasa turut kutitip
lambat waktu terasa
lembut angin menyapa
hingga petang menyelinap

Namun...
aku 'tak 'kan pernah ciut
karna asa 'tlah kutaut
dua hati telah terpaut
altar itu bergetar
nelangsa jatuh luruh

Ah...senja
memang hanya padamu kuttitip
benam ikrarku bersama pendarmu
agar tak luluh tertimpa pekat

0 komentar: